Entah di minimarket, supermarket, atau toko baju ternama di pusat perbelanjaan, pramuniaga selalu ada dan kita terkadang berinteraksi dengan mereka.
Di antara ratusan, bahkan mungkin ribuan interaksi yang kita lakukan dengan mereka, ada beberapa di antaranya yang, kurang mengenakkan hati. Berikut adalah empat hal menyebalkan bagi konsumen seperti saya.
Memanggil "Boleeeh Kakaaaak!" untuk menarik pelanggan
Kamu sedang jalan santai, dan tiba-tiba ada suara wanita dengan lantang mengatakan "Boleh, Kakaaak!”
Bukan, dia bukan adik kandungmu. Dia juga bukan adik kelasmu. Dia seorang pramuniaga sebuah toko baju. Usut punya usut, ternyata maksud dari kalimat itu adalah, mengajak kamu untuk mampir ke tokonya.
Entah dari mana asal-muasal penggunaan “Boleh Kakak” sebagai sebuah ajakan untuk melihat-lihat koleksi tokomu. Buat saya, sih, akan jauh lebih enak terdengar di telinga bila mereka mengatakan "Silakan Kak, dilihat." Apa kamu merasakan hal yang sama?
Mengikuti ke mana pun kita pergi
Sesaat begitu kamu memasuki teritorial toko, sang pramuniaga akan langsung menghampiri. Setelah itu, dia tidak akan melepaskan kamu ke mana pun kamu pergi selama masih di wilayah toko itu. Hal ini kadang kala bisa menyebalkan juga loh.
Sebagai calon pembeli, kita sering membutuhkan waktu sendiri (tanpa kehadiran mereka) dalam melihat-lihat barang yang kita inginkan. Kita tahu apa yang kita inginkan, dan kita tahu kapan kita membutuhkan bantuan mereka.
Jadi, tinggalkanlah kami sendiri.
Meminta uang (lebih) kecil
Kamu masuk ke sebuah minimarket, membeli sebotol air mineral. Kamu hanya memiliki selembar uang seratus ribu rupiah. Tapi saat membayar, tanggapan penjaga kasir adalah, "Mas, punya uang kecil nggak?"
Saya selalu merasa, konsumen berhak membayar dengan uang sebesar/sekecil apa pun. Kewajiban pihak tokolah untuk menyediakan uang kembalian. Pembeli adalah raja.
Apakah seorang raja harus bersusah payah mencari uang yang cukup kecil untuk membeli sebotol air mineral?
Memberikan kembalian berupa permen
Ini salah satu masalah klasik yang dihadapi hampir semua orang yang pernah bertransaksi di minimarket/supermarket. Sering kali uang kembalian kita ditukar dengan permen. Mungkin, mereka berpendapat "Dua buah permen akan lebih bermanfaat bagi pelanggan daripada dua koin dua ratusan."
Sayangnya, permen tidak dapat dijadikan alat tukar. Lima buah permen tidak dapat ditukar dengan sepotong tempe goreng. Dua puluh permen tidak dapat ditukar dengan sebotol air mineral. Ribuan permen tidak dapat ditukar dengan sepotong baju di gerai baju ternama.
Permen bukanlah sebuah alat tukar yang sah di negara ini. Ada baiknya pemberian permen sebagai kembalian dihentikan. Dan kita, sebagai konsumen, juga bisa kok menolak saat pramuniaga memberikan permen.
Ada yang mau menambahkan?.
Sumber : ID.Yahoo.com
Di antara ratusan, bahkan mungkin ribuan interaksi yang kita lakukan dengan mereka, ada beberapa di antaranya yang, kurang mengenakkan hati. Berikut adalah empat hal menyebalkan bagi konsumen seperti saya.
Memanggil "Boleeeh Kakaaaak!" untuk menarik pelanggan
Kamu sedang jalan santai, dan tiba-tiba ada suara wanita dengan lantang mengatakan "Boleh, Kakaaak!”
Bukan, dia bukan adik kandungmu. Dia juga bukan adik kelasmu. Dia seorang pramuniaga sebuah toko baju. Usut punya usut, ternyata maksud dari kalimat itu adalah, mengajak kamu untuk mampir ke tokonya.
Entah dari mana asal-muasal penggunaan “Boleh Kakak” sebagai sebuah ajakan untuk melihat-lihat koleksi tokomu. Buat saya, sih, akan jauh lebih enak terdengar di telinga bila mereka mengatakan "Silakan Kak, dilihat." Apa kamu merasakan hal yang sama?
Mengikuti ke mana pun kita pergi
Sesaat begitu kamu memasuki teritorial toko, sang pramuniaga akan langsung menghampiri. Setelah itu, dia tidak akan melepaskan kamu ke mana pun kamu pergi selama masih di wilayah toko itu. Hal ini kadang kala bisa menyebalkan juga loh.
Sebagai calon pembeli, kita sering membutuhkan waktu sendiri (tanpa kehadiran mereka) dalam melihat-lihat barang yang kita inginkan. Kita tahu apa yang kita inginkan, dan kita tahu kapan kita membutuhkan bantuan mereka.
Jadi, tinggalkanlah kami sendiri.
Meminta uang (lebih) kecil
Kamu masuk ke sebuah minimarket, membeli sebotol air mineral. Kamu hanya memiliki selembar uang seratus ribu rupiah. Tapi saat membayar, tanggapan penjaga kasir adalah, "Mas, punya uang kecil nggak?"
Saya selalu merasa, konsumen berhak membayar dengan uang sebesar/sekecil apa pun. Kewajiban pihak tokolah untuk menyediakan uang kembalian. Pembeli adalah raja.
Apakah seorang raja harus bersusah payah mencari uang yang cukup kecil untuk membeli sebotol air mineral?
Memberikan kembalian berupa permen
Ini salah satu masalah klasik yang dihadapi hampir semua orang yang pernah bertransaksi di minimarket/supermarket. Sering kali uang kembalian kita ditukar dengan permen. Mungkin, mereka berpendapat "Dua buah permen akan lebih bermanfaat bagi pelanggan daripada dua koin dua ratusan."
Sayangnya, permen tidak dapat dijadikan alat tukar. Lima buah permen tidak dapat ditukar dengan sepotong tempe goreng. Dua puluh permen tidak dapat ditukar dengan sebotol air mineral. Ribuan permen tidak dapat ditukar dengan sepotong baju di gerai baju ternama.
Permen bukanlah sebuah alat tukar yang sah di negara ini. Ada baiknya pemberian permen sebagai kembalian dihentikan. Dan kita, sebagai konsumen, juga bisa kok menolak saat pramuniaga memberikan permen.
Ada yang mau menambahkan?.
Sumber : ID.Yahoo.com