Kerusuhan di antara suporter seakan menjadi warna tersendiri dalam pertandingan sepakbola. Para pendukung fanatik klub, atau yang biasa disebut ultras, kerap dianggap sebagai biang keroknya.
Teranyar, perang suporter terjadi di Port Said Stadium, Mesir, Rabu 1 Februari 2012 (Kamis dini hari WIB). Kerusuhan di markas Al-Masry itu pecah usai tim tuan rumah membungkam tamunya, Al-Ahly, 3-1 di laga lanjutan Liga Utama Mesir.
Seperti dikutip dari Reuters, para saksi mengatakan bahwa kericuhan dipicu oleh ultras Al-Ahly . Mereka membentangkan spanduk yang menghina Port Said, kota yang berjarak lebih kurang 200 km dari Ibukota Mesir, Kairo, yang merupakan basis Al-Ahly.
Ulah para pendukung fanatik Al-Ahly itu membakar amarah suporter tuan rumah. Mereka kemudian turun ke lapangan menyerang para pemain dan ultras Al-Ahly, serta aparat keamanan, dengan lemparan batu, botol minuman dan kembang api. Bentrok pun tak mampu dihindarkan.
Sedikitnya 74 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka, termasuk para pemain. Ini merupakan kerusuhan paling maut di Mesir, setelah tergulingnya rezim Presiden Hosni Mubarak pada 2011. Beberapa tahun belakangan, duel Al-Masry versus Al-Ahly memang kerap menyebabkan pertumpahan darah antarsuporter.
Terkait tragedi Port Said, Menteri Dalam Negeri Mesir, Mohamed Ibrahim mengungkapkan, pihak berwenang sudah menangkap 47 orang yang dicurigai sebagai pemicu perang suporter tersebut.
The New York Times melaporkan, faktor utama pecahnya kerusuhan mematikan itu karena keterlibatan ultras Al-Ahly. Mereka memang dikenal sebagai pendukung garis keras yang perilakunya tidak terduga dan akrab dengan keributan, kejahatan, bahkan sering menyerang polisi.
Ultras Al-Ahly juga ditengarai menjadi bagian dari militan penentang pemerintahan militer Mesir. Mereka dikabarkan terlibat dalam kerusuhan di Tahrir Square, saat gelombang protes revolusi Negeri Piramid setahun lalu.
Kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) mengatakan, ada "tangan tak terlihat" yang menjadi dalang kekerasan tersebut. Menurut mereka, ada rencana tersembunyi dalam menghancurkan nilai revolusi yang selama ini diperjuangkan.
Dalam pernyataannya, IM juga mengatakan bahwa peristiwa ini dapat dijadikan alasan pemerintah militer Mesir untuk memperketat keamanan dan menangkap tokoh revolusi.
Beragamnya Ultras Al-Ahly
Al-Ahly merupakan klub elit Mesir, yang didirikan pada 24 April 1907 dan tercatat sudah 36 kali menjuarai Premier League setempat. Wajar saja jika tim Ibukota itu memiliki pendukung fanatik terbanyak. Ahly Fans Club (AFC), adalah grup ultras pertama klub yang bermarkas di Cairo International Stadium itu.
Pada 2007 lalu, ultras terpecah menjadi dua kubu, yakni Ultras Ahlawy (UA07) dan Ultras Devils (UD07). Ultras Ahlawy berbasis di Kairo dan menjadi grup suporter terbesar di Mesir. Sedangkan Ultras Devils bermarkas di Alexandria dan memiliki anggota dari kota-kota pesisir lain di dekatnya.
Beberapa tahun belakangan, grup pendukung fanatik The Red Devils --julukan Al-Ahly-- semakin beragam, antara lain Curva Red Venom dan Ultras Red Storm, yang memiliki anggota paling sedikit. Meski terpecah, mereka tetap kompak bersorak mendukung di mana pun Al-Ahly bertanding. Biasanya, mereka membentuk blok khusus di stadion yang dinamai Talta Chimal atau Curva Nord.
Sayang, kekompakan ultras harus ternoda ketika kerusuhan yang mereka sebabkan hingga merenggut banyak korban jiwa. Terlebih, jika para pecinta sepakbola itu akhirnya terseret ke dalam dunia politik yang tengah bergejolak.
Vivanews
Jangan Lupa Share Ultras Al-Ahly, 'Suporter Garis Keras' Mesir ke Temenmu :)
0 comments:
Posting Komentar
Mohon laporkan apabila ada gambar rusak, link mati atau salah penulisan sumber di kolom komentar dibawah ini.