Untuk menjadi seorang tokoh pahlawan, tidak perlu memiliki tubuh yang kuat atau otak yang jenius. Bahkan seorang anak kecil yang lemah dan berpenyakitan sekalipun dapat menjadi seorang tokoh panutan dan teladan. Dan sebenarnya, yang diperlukan untuk menjadi seorang pahlawan hanyalah berjiwa besar.
Berikut adalah beberapa tokoh pahlawan anak – anak, dengan beberapa diantaranya adalah anak – anak yang penuh dengan kekurangan. Namun, justru kekurangan itulah yang membuat mereka berjuang hingga akhirnya menjadi seorang tokoh pahlawan. Mari kita simak kisah perjuangan hidup para pahlawan cilik ini.
1. Nkosi Johnson (1989 – 2001)
Nkosi adalah seorang tokoh pahlawan dari Afrika. Semangatnya untuk memperjuangkan hidupnya melawan HIV+ patut diacungi jempol. Nkosi lahir pada tahun 1989 di Johannesburg. Saat itu, Nkosi sudah lahir dengan membawa penyakit HIV+. Nkosi terlahir dengan kondisi demikian karena tertular oleh ibunya sendiri yang sudah mengidap HIV+. Ironisnya, Nkosi lahir tanpa kehadiran seorang ayah. Ia bahkan sama sekali tidak mengetahui siapa ayahnya. Karena kondisi kesehatan ibunya yang tidak memungkinkan untuk merawatnya, Nkosi diadopsi oleh Gail Johnson. Gail adalah seorang praktisi Humas Johannesburg. Seiring pertumbuhannya, Nkosi mendaftar ke sebuah sekolah pada tahun 1997. Namun sekolah tersebut menolaknya karena alasan medis. Sekolah tersebut tidak mau menerima seorang siswa pengidap penyakit HIV+. Penolakan ini kemudian dilaporkan Gail kepada pihak pemerintah Afrika Selatan. Lembaga pemerintahan Afrika Selatan sempat dihebohkan dengan laporan ini.
Namun akhirnya, keputusan bahwa semua sekolah dilarang mendiskriminasikan siswa karena alasan medis diberlakukan. Semenjak insiden itu, nama Nkosi mulai menjadi perhatian publik. Sampai akhirnya Nkosi dapat menjadi juru bicara di Konferensi AIDS Internasional yang ke-13. Isi pidato Nkosi menekankan akan persamaan hak yang selayaknya diterima oleh semua penderita HIV+. Moto hidup Nkosi sendiri adalah “Kita Semua Sama.” Melalui pidatonya di depan publik, Nkosi mengajak kepada seluruh penderita AIDS agar terbuka mengenai penyakitnya dan segera meminta pertolongan atau pengobatan. Bahkan Nelson Mandela menobatkan Nkosi sebagai tokoh perjuangan hidup. Nkosi adalah penderita HIV+ yang dapat bertahan hidup paling lama. Nkosi dan ibu angkatnya sempat mendirikan tempat perawatan dan perlindungan bagi para penderita HIV+, khususnya para ibu dan penderita anak – anak.
2. Iqbal Masih (1982 – 1995)
Iqbal Masih adalah seorang pahlawan cilik dari Pakistan. Berkat Iqbal, lebih dari 3.000 anak di bawah umur dapat terbebas dari perbudakan. Berawal dari pengalamannya sendiri. Ketika Iqbal masih berusia 4 tahun, ia dijual oleh orang tuanya sendiri untuk menjadi budak. Orang tua Iqbal menjual Iqbal seharga 12 dolar atau setara dengan 120.000 rupiah. Iqbal dijual kepada seorang juragan pembuat karpet yang kemudian memperbudaknya. Di usianya yang masih 4 tahun, Iqbal sudah dipaksa untuk bekerja membuat karpet. Dalam sehari, Iqbal dipaksa bekerja selama 12 jam. Selama diperbudak, Iqbal hanya diberikan makanan seadanya.
Oleh karena itu, Iqbal pun tumbuh menjadi seorang remaja yang kekurangan gizi. Pada usia 10 tahun, Iqbal berhasil melarikan diri dari perbudakan ini. Iqbal pun segera mencari pertolongan dan akhirnya bergabung dengan Front Pembebasan Buruh Pakistan. Melalui gerakan inilah Iqbal akhirnya dapat membebaskan sebanyak lebih dari 3.000 anak yang bernasib sama dengan dirinya. Oleh karena jasanya itu, kemudian Iqbal dianugerahi Penghargaan Hak Asasi Manusia Reebok pada tahun 1994. Ironisnya, Iqbal dibunuh oleh “Mafia Karpet” pada tahun 1995 atas aksi pembebasan perbudakan anak yang telah dilakukannya.
3. Hector Pieterson (1964 – 1976)
Hector Pieterson adalah salah seorang tokoh terkenal dari peristiwa pemberontakan Soweto. Pemberontakan Soweto merupakan salah satu aksi protes dari para pemuda Afrika yang menentang sistem pemerintahan Apartheid pada tahun 1976. Para pemuda ini tidak rela bila hak asasi mereka dibeda – bedakan berdasarkan ras dan warna kulit mereka. Pada sistem pemerintahan Apartheid, ras berkulit hitam dianggap lebih rendah dari ras kulit putih. Sehingga ras kulit hitam sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan tidak manusiawi. Para pemuda yang sudah muak dengan pemerintah akhirnya melancarkan aksi protes. Salah satu tokohnya adalah Hector Pieterson. Sayangnya, Hector ditembak mati oleh pihak kepolisian ketika ia masih berusia 12 tahun. Peristiwa pemberontakan Soweto itu telah memakan korban jiwa sebanyak 600 orang. Oleh karena itu, tanggal kematian Hector, 16 Juni, diperingati sebagai Hari Nasional Pemuda diAfrika. Pada tanggal 16 Juni 2002, Museum Memorial Hector Pieterson diresmikan dalam rangka menghormati para korban pemberontakan Soweto.
4. Samantha Smith (1972 – 1985)
Samantha Reed Smith adalah seorang gadis Amerika yang dinobatkan sebagai Duta Besar Amerika termuda sekaligus seorang “Goodwill Ambassador”. Ketika Samantha masih berusia 10 tahun, ia menulis surat kepada pemimpin Uni Soviet,Yuri Andropov. Isi surat Samantha tak lain adalah rasa keingintahuannya tentang mengapa Uni Soviet berperang dengan pihak Amerika Serikat. Ketika itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet memang sedang berada di era Perang Dingin (November 1982). Yang menarik, surat Samantha tersebut diterbitkan di koran Pravda Soviet. Samantha pun sangat senang melihat suratnya diterbitkan di sebuah koran. Setelah melalui beberapa proses, akhirnya surat Samantha pun dijawab oleh Yuri Andropov. Surat inilah yang membuat Samantha diangkat menjadi seorang Duta Perdamaian. Samantha pun sempat ikut berpartisipasi menjadi Duta Perdamaian Amerika dengan Jepang. Namun, di usianya yang masih belia, 13 tahun, Samantha meninggal. Pesawat penerbangannya, Bar Harbor Airlines Flight 1808 mengalami kecelakaan yang menewaskan Samantha.
5. Anne Frank (1929 – 1945)
Annelies Marie “Anne” Frank dikenal dunia melalui tulisannya di dalam buku hariannya. Buku hariannya sendiri berisi mengenai pengalaman hidupnya pada zaman pendudukan Nazi Jerman pada Perang Dunia Ke-2. Anne Frank adalah seorang gadis keturunan Jerman Yahudi. Pada tahun 1933, Anne sekeluarga pindah ke Amsterdam dalam rangka melarikan diri dari penjajahan Nazi di Jerman. Sayangnya, pada tahun 1940, Jerman berhasil menduduki Belanda. Ketika itu, Anne sekeluarga berhasil selamat karena bersembunyi di sebuah kamar rahasia yang terletak di Gedung Perkantoran ayahnya. Pada bulan Juli 1942, ada seorang pengkhianat yang membocorkan tempat persembunyian Anne sekeluarga kepada pihak Nazi. Sehingga akhirnya Anne Frank dan sekeluarga diangkut ke kamp konsentrasi Nazi.
Anne Frank kemudian meninggal 7 bulan setelah penangkapan tersebut karena tifus. Ayahnya Anne yang bernama Otto Frank berhasil selamat dari kamp konsentrasi Nazi Jerman. Ketika Otto keluar dari kamp konsentrasi, ia membawa serta buku harian Anne. Buku harian Anne tentang pengalamannya di kamp konsentrasi itu dipublikasikan pada tahun 1947. Namun, baru setelah diterjemahkan dari bahasa Belanda ke bahasa Inggris, buku harian tersebut diterbitkan pada tahun 1952. Semenjak itu, buku harian Anne Frank yang diberi judul “The Diary of a Young Girl” menjadi salah satu buku paling bersejarah. Buku hariannya tidak hanya diakui kualitas tulisannya. Namun juga menjadi salah satu buku yang paling terkenal dalam sejarah Holocaust.