Bagaimana cara menghadapinya? Kalau anak cari perhatian sampai menyakiti diri sendiri (menghantam-hantam kepalanya ke tembok) atau menyakiti orang lain, langkah awal adalah mengamankan anak dari tindakan yang bisa membahayakan dirinya atau orang lain. Peluk dan bawa ia ke tempat yang lebih sepi, umumnya hal ini akan membuatnya lebih tenang.
Setelah tenang, ajak anak bicara. Bantu dia mengenali, merefleksi dan menamai perasaannya, seperti marah, kesal, cemburu, dan lainnya. Kita bisa bilang, "Kakak marah ya?" Cari tahu penyebab kemarahannya. Jika kita sudah tahu, jelaskan bahwa kita tidak bermaksud membuat anak marah. "Adek kan masih kecil, belum bisa melakukan apa-apa sendiri, jadi Mama harus merawatnya." Lalu diskusikan pilihan apa saja yang boleh dan tidak boleh dia lakukan ketika marah.
Orangtua tidak perlu langsung menekan ekspresi kemarahan anak. Anak boleh saja marah, karena merupakan ekspresi yang amat manusiawi. Yang terpenting bagaimana anak dapat menyalurkan kemarahan dengan cara yang lebih tepat. Umpama, anak boleh berteriak tapi di dalam kamar, mencoret tetapi di kertas bukan di dinding, berikan mainan yang lunak dan tak mudah rusak jika ia ingin membanting mainannya. Tekankan, hal-hal yang tidak ditoleransi oleh kita, seperti menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Beberapa tantrum, tidak perlu direspons khusus oleh orangtua. Seperti tantrum yang bertujuan hanya untuk sekadar caper (dan tampak tidak membahayakan dirinya) bisa kita abaikan karena umumnya akan reda sendiri. Memberi anak perhatian pun, sekali lagi, bisa menjadi "hadiah" baginya dan mendorongnya untuk melakukan perilaku negatif itu kembali. Namun di lain waktu, kita tetap perlu memberi arahan bahwa apa yang dilakukannya tak baik, sehingga anak tahu bahwa bentuk caper-nya salah dan tak boleh dilakukan. Tanpa pengarahan, anak akan merasa apa yang dilakukannya itu benar.
Sumber : TribunJogja.com