JAKARTA - Ironis! Kala Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober hari ini, ternyata koruptor juga makin ‘sakti’ di Tanah Air. Buktinya, berdasarkan data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) negeri ini mengalami kerugian sebesar Rp 4,1 triliun dari 9.703 kasus korupsi.
"Untuk 33 provinsi ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun dengan jumlah kasus sebanyak 9.703 kasus," kata Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, dalam rilis yang diterima, Senin (1/10/2012).
Hasilnya tak berbeda dengan yang diungkap PPATK beberapa waktu lalu, DKI Jakarta tetap provinsi terkorup dengan kerugian negara mencapai Rp 721 miliar. Sementara di belakangnya ada Aceh dan Sumatera Utara yang merugikan negara masing-masing, Rp 669 miliar dan Rp 515 miliar.
Sementara Jawa Timur bisa sedikit lega, sebagai provinsi terbesar kedua tingkat korupsinya berada di ranking 29 dengan kerugian negara Rp 11 miliar.
"Untuk Gubernur DKI terpilih Jokowi-Ahok seharusnya 100 hari program mereka ke depan adalah membersihkan birokrat yang korup," katanya.
"Jokowi-Ahok harus bisa melakukan pergantian dan pergeseran pada kepala dinas atau SKPD (satuan kerja perangkat daerah). Kalau bisa geser saja atau pindahkan saja ke kantor kelurahan. Untuk yang kena kasus kerugian negara ini, kasih saja ke aparat hukum, khususnya KPK," lanjutnya.
Uchok menyayangkan korupsi yang terjadi merata di seluruh provinsi di Indonesia. Dia mempertanyakan fungsi DPRD yang seharusnya menjadi pengawas pemerintahan di daerah. "Adanya kerugian negara sebesar Rp 4,1 triliun ini memperlihatkan bahwa wakil rakyat di DPRD lumpuh. Kelihatannya mereka bukan melakukan pengawasan, tapi lebih beker sana dengan eksekutif untuk mencari materi dari program-program APBD untuk kebutuhan pribadi dan partai mereka," papar Uchok.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan tren kejahatan tindak pidana korupsi dan suap di Indonesia cenderung memprihatinkan. Para pelaku seolah mengabaikan hukum alias tidak takut, tidak malu untuk korupsi dan menerima suap.
Data hasil analisis korupsi pada tahun 2008 tercatat ada sebanyak 54 hasil, tetapi terus meningkat menjadi sebanyak 237 hasil pada tahun 2011. Bahkan secara kumulatif, jumlah hasil analisisi tindak pidana korupsi dari tahun 2003 sampai Juli 2012 tercatat mencapai sebanyak 916 hasil.
Sedangkan untuk data penyuapan, pada tahun 2008 tercatat sebanyak 6 hasil, ini meningkat menjadi sebanyak 30 hasil pada tahun 2011, dan secara kumulatif jumlah hasil analisis tindak pindana suap dari tahun 2003 sampai Juli 2012 tercatat mencapai sebanyak 80 hasil.
Sumber : SurabayaPost.co.id