Sejak turun-temurun, pengobatan tradisional dipercaya oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi berbagai penyakit. Namun, pengobatan herbal tradisional masih kalah pamornya dengan gempuran produk herbal dari luar, misalnya dari China.
"Indonesia adalah negara yang memiliki potensi kekayaan herbal terbesar nomor 2 setelah Brazil. Bahkan China saja menduduki peringkat 3. Tapi produk-produk herbal Indonesia kurang dipercaya oleh dunia Internasional karena minimnya pemasaran," kata Ning Harmanto, pendiri PT Mahkota Dewa Indonesia (MDI), perusahaan yang berfokus pada pembuatan produk herbal dalam acara penandatanganan kerjasama dan co-branding Rumah Perubahan dengan PT Mahkotadewa Indonesia di Rumah Perubahan, Pondok Gede, Bekasi, Jumat (30/3/2012).
Ning Harmanto dikenal sebagai orang yang mempopulerkan khasiat tanaman mahkota dewa untuk mengobati berbagai jenis penyakit dan mengenalkan produk telor asin non kolesterol.
Menurut Ning, khasiat tanaman herbal sudah diyakini oleh masyarakat sejak turun temurun. Contohnya adalah daun sukun yang ternyata bisa digunakan untuk obati asam urat dan osteoporosis. Tapi banyak masyarakat sendiri yang kurang tahu.
Pengobatan tradisional lokal banyak memakai ramuan herbal dan sampai sekarang masih banyak yang dipercaya untuk mengatasi penyakit, baik yang remeh seperti batuk pilek hingga yang kronis seperti kanker.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah memiliki lembaga yang disebut Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT) yang berfokus pada pengembangan obat tradisional dan herbal.
Secara perlahan, pengobatan tradisional mulai dipopulerkan kepada masyarakat sebagai bagian dari pengobatan umum, namun fungsinya masih sebagai penunjang pengobatan medis saja.
"Untuk tanaman herbal memang belum ada pengujian klinisnya sebab biayanya mahal. Tapi selain uji klinis, bisa digunakan uji manfaat, yaitu dengan melihat kondisi kesehatan beberapa orang yang telah mencoba pengobatan herbal. Selain itu, efektivitas obat herbal juga bisa dilihat dari penggunaannya secara turun temurun. Kalau sampai saat ini masih digunakan, artinya memang herbal tersebut memiliki khasiat," kata dr Prapti Utami, Konsultan herbal 'Sekar Utami' di daerah Bintaro, Tangerang.
Meskipun tanpa tambahan bahan kimia, bukan berarti pengobatan herbal ataupun produk herbal aman digunakan tanpa efek samping.
Konsumsi produk herbal tetap perlu dibatasi dan asupannya sebaiknya digunakan sewajarnya. Misalnya, produk teh herbal sebaiknya cukup diminum 2 kali sehari saja setiap pagi dan sore.
Detik